/. Letter from Sultan Iskandar Muda of Aceh to
King James I, 1615
Sultan Iskandar Muda (r.1607-36) was the greatest ruler of
Aceh. During his reign Aceh became the major power of the
western Indonesian archipelago, and the initial three-
quarters of this letter to King James I, written in 1615, are
devoted to describing the majesty of the Sultan, his great
wealth and the breadth of his dominions. Coming down to
business, the Sultan courteously refuses the British request
to settle and trade in Tiku and Pariaman 'for those
countries are wild, and moreover are distant from us', and
instead, invites them to trade only at Aceh
3
.
Truly a 'golden letter', it is hard to find enough
superlatives with which to describe this magnificent epistle:
it is the oldest and most beautiful illuminated royal Malay
letter in any British collection, and at nearly one metre high,
it is also the largest and most spectacular. The sumptuous
illumination betrays elements ofSafavid (in the beautiful blue
dome-shaped
unwan)
and Ottoman (in the floral poppy
motifs) influence, fused in an indigenous interpretation. The
text, carefully written in fine and neat script against a white
background sprinkled with gold, is as legible today as it was
nearly four hundred years ago (unlike examples of early
seventeenth-century English handwriting, which often need a
practised eye to decipher). One unusual feature of this letter
is the lack of a seal, although royal seals were already in use
in Aceh as early as 1602 (see 2). The Arabic heading, an
important formal element of Malay letters, is written in tiny
letters on the extreme top edge.
Letter from Sultan Perkasa Alam Johan (Sultan
Iskandar Muda) of Aceh to King James I of England,
dated A.H. 1024 (A.D. 1615). Malay in Jawi script; ink,
colours and gold on Oriental paper; 95 x 42 cm; with
original yellow silk envelope (not shown here). Presented
by Archbishop Laud, 1635. RV (1977:103), Greentree &
Nicholson ( I9I 0:11-13), Shellabear
(
18
97).
Bodleian Library, MS Laud Or.Rolls b. i
/. Surat Sultan Aceh Iskandar Muda kepada
Raja James I, 1615
Sultan Iskandar Muda adalah raja Aceh yang terbesar,
yang selama masa kekuasaannya (1607-36) Aceh menjadi
kekuatan utama di bagian barat Nusantara. Tiga perempat
bagian surat ini digunakan untuk menggambarkan
kebesaran, kekayaan dan kemegahan wilayah Sultan Aceh.
Menginjak bagian pokok surat, Sultan dengan sopan
menolak permohonan Inggris untuk berdiam dan
berdagang di Tiku dan Pariaman `karena negeri itu negeri
dusun, lagi jauh dari pada kita', dan sebaliknya Sultan
mengundang Inggris untuk berniaga hanya di Aceh
3
.
Surat ini benar-benar `surat emas', dan susah mencari
kata-kata yang cukup hebat untuk memujinya. Surat ini
adalah surat raja dalam bahasa Melayu bersungging yang
tertua dan terindah yang terdapat pada koleksi-koleksi di
Inggris, sekaligus yang paling besa r (tingginya hampir
mencapai satu meter) dan paling mengesankan. Pola hiasan
memperlihatkan adanya pengaruh Otoman-Turki (dalam
motif bunga madat) dan Safavi-Iran (dalam unwan yang
berbentuk kubah berwarna biru), namun dengan penafsiran
yang khas pribumi. Kalimat-kalimat ditulis dengan halus dan
rapi di atas kertas yang telah ditaburi butir-butir emas.
Tulisannya masih dapat dibaca dengan sangat mudah dewasa
ini (dibandingkan dengan tulisan tangan berbahasa Inggris
dari abad tujuh belas, yang seringkali sukar dibaca kecuali
oleh para ahli). Yang patut dicatat adalah tidak adanya cap
kerajaan, meskipun cap raja sudah digunakan di Aceh sejak
tahun 1602 (lihat 2). Kepala surat dalam bahasa Arab
(Huwa
Allah taala),
suatu unsur yang penting dalam surat resmi
Melayu, ditulis dengan huruf kecil sekali pada ujung atas
surat ini.
.
3 4