c. Dalam Seni Sastra Lisan.
"Tokang tonja", menjalankan sapi, "epadara", sambil ditahan-tahan,
sehingga jalannya miring ke belakang, "ngajang". Tampaknya sangat gagah.
Cemeti sekali-kali dibunyikan. Anggota rombongan dan penonton dengan
aba-aba : Hop-hop-hop ... menyahut dengan : Hoooree, bersorak-sorai.
Bunyi saronen membahana. Barang sepuluh langkah berderai lagi ... Hop–
hop-hop. · .. Hooreee! Kadang-kadang karena kegembiraannya, sarung, ko–
piha dan udeng, dilemparkan ke atas. Pada waktu inilah timbul ucapan–
ucapan atau pemyataan lisan yang bertemakan membanggakan diri yang
disebut "lok-alok".
Ada yang menunjukkan cara memperoleh sapi atau riwayat sapi. Contoh :
"Jareya ollena malarat.
Ollena ta' ngakan"
Terjemahan :
(Sapi kerap ini hasil bersusah payah. Hasil tidak makan).
Kadang-kadang berbentuk seloka :
"Caccarang kesel bellad.
Mon ta' ngakan ta' a jilad"
Terjemahart :
(Ranting bambu luka sembilu.
Bila tak makan tak akan bergoyang lidah
Ada juga yang agak lucu bila dirasakan. Contoh .
"A reya e kaandi' banne a otang. Andi' dibi'.
Mennang kala e keba'a mole."
Terjemahan :
Sapi ini dimiliki bukan karena berhutang. Milik sendiri. Menang atau
kalah akan dibawa pUlang.
Ada pula yang bemada "memanaskan orang lain", seperti
"Areya se pelor. Sapa nero ancor.
Se Pelor
gi'
ta' mate. Tettep sakte"
Terjemahan :
Inilah si peluru. Siapa meniru akan hancur.
Si Peluru belum mati. Tetap sakti.
Salah sebuah lok-alok untuk sape pajangan antara lain:
118
"Para rabu se seppo sareng se anom.
Are mangken are Ahad, are ondung baja asar.
Kaula nyombangnga ramme.
Ana' duwa' daddi sapasang,
Se Panglowar anyama se gambar,
Se Pangdalem ajajuluk se gambu.