mengganggu hubungan kedua putranya, sekiranya kelak raja telah
kembali ke alam baka. Sri Baginda bertahta selama lima puluh
tahun, dan mencapai usia tujuh puluh lima tahun, sampai pada
suatu ketika seluruh tubuhnya merasa sakit. Sri baginda telah
merasa akan akhir hayatnya. Kedua putranya lalu dipanggil.
Mereka berdua duduk di arah kaki ayahandanya seraya me–
nangis sedih karena pancaran wajah ayahandanya sudah pucat-
•
paSl.
Sang ayah berkata lirih, "Anak-anakku. Rasanya sudah tidak
ada obat yang dapat mertyembuhkan penyakitku. Aku akan
• •
kembali ke alam baka. Baik-baiklah kalian berdua sepeninggal-
ku."
Kedua . pangeran ·berurai air mata. Sakaratulmaut sudah
dekat, lalu sri baginda mangkat. Suara tangis terdengar gemuruh
di istana. Gundah-gulana perasaan permaisuri dan seluruh istri
baginda karena kematian baginda, seperti lepasnya permata dari
i.\<atannya.
Kedua pangeran lalu membagi perintah untuk menyantuni
jenazah. Tak lama antaranya segalanya telah selesai. lenazah sri
baginda lalu diberangkatkan dengan penghormatan besar, ke–
mudian dimakamkan di pemakaman leluhur. Sesudah suasana
dukacita berlangsung di seluruh kerajaan selama tujuh hari, Pange–
ran Warihkusuma berniat menobatkan adiknya. Pangeran Adipati
Anom Warsakusuma menggantikan ayahandanya.
Upacara penobatan dilaksanakan dengan penghormatan
besar-besaran, dihadiri oleh raja-raja yang hidup sejaman. Ke–
masyhuran raja baru ini berimbang dengan kemasyhuran ayah–
andanya. Yang menjadi benteng negara guna menanggulangi
musuh yang sakti ialah Parigeran Warihkusuma.
Pangeran Warihkusuma itu belum beristri. Ia mempunyai
tunangan, yang sudah dipertunangkan sejak kecil, saudara sepupu
dari bibinya, yang kala itu belum dewasa. Sang Pangeran hendak
melamarnya ke gunung. Dan ia hendak mengutarakan niatnya,
sekaligus mohon diri kepada adiknya. Ia bukan sekadar ingin
memenuhi kewajiban hidup dengan beristri, akan tetapi yang
lebih penting lagi ialah hendak memenuhi pesan kakeknya, pen-
8
Hak Akses Publlkasi Online:
-;
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia