Vlll. PANDANGAN HIDUP
Si Munap sedang asyik pula dengan cerita Kamarul Zaman–
nya, ketika si Ripin mengetuk pintu.
Ia berdiri akan membuka pintu dan berkata :
" Saya sangka kau tak akan datang lagi Pin, karena telah lewat
pukul delapan•. "
" Saya membuat surat untuk si Tanun Nap. Dan sebelum
kemari, saya salin dahulu untuk diperlihatkan padamu. Ini dia."
Si Abdul Munap menerima kertas yang diunjukkan temannya
itu lalu dibawanya ke dekat lampu. Setelah dilihatnya surat itu
berbait-bait ia tertawa kepada si Ripin.
"Sekarang kamu telah pandai pula bersya'ir Ripin. Dahulu
waktu saya mengirimKan sya'ir pada si Hasnah, kamu menter–
tawakan saya."
" Sudah saya coba menulis surat biasa Nap, tetapi tak lancar.
Lebih dari sepuluh helai kertas habis dikoyak saja, yang
kakulah yang kasarlah yang terlalu merendah ada pula. Tak jantan
rasanya membuat surat seperti itu. Akhirnya saya menulis sya' ir
itu."
"Itulah tak baik mentertawakan orang, karena masa itu akan
tiba pula pada awak.
Dahulu itu karena merasa sulit itu juga, maka saya menulis
sya'ir. Maklum saja harus menolak orang yang tak bersalah, pada–
hal masih saya cintai di masa itu."
"Di masa itu Nap, sekarang tidak lagi?"
'Sekarang tentu tidak, sebab saya mencintai tunangan saya
si Martina."
"Dapat rupanya cinta itu hilang begitu saja. Saya pernah
membaca ujung pantun berbunyi:
Tujuh janda sembilan anak.
Sayang ke tuan sudah belum."
"Gila itu Pin, tak percaya saya. Kalau begitu orang tak kan
pernah merasa berbahagia berumah tangga, lihat si Kadir mulanya
berapa tergila-gila dia pada adik kakak iparnya. Sekarang kan
tampak betapa bahagianya dengan si Hasnah. Mungkin ia bersyu–
kur karena saya melepaskan si Hasnah. Demikian sebaliknya, si
65
Hak Akses
Pub&.kasl
Online :
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia