Page 61 - Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Maluku

Basic HTML Version

kawinan eksogami seperti di negeri Paperu dan negeri-negeri lain di
Maluku Tengah. Perkawinan yang sangat terlarang ialah perkawin–
an di dalam keluarga saudara sekandung, saudara sepupu dan yang
paling utama ialah perkawinan
antar pela.
Perkawinan cross–
cousin, paraleJ.cousin, kawin dalam marga tidak mempunyai
akibat yang berat seperti kawin
antar pela.
Andaikata ketahuan,
maka caranya sarna saja dengan apa yang sudah dijelaskan di atas.
Ini merupakan hal yang universal di Maluku Tengah, baik di negeri
Islam, maupun negeri Kristen. Kalaupun pasangan itu lolos dari
bailele
ini, biasanya anak-anak yang dilahirkan akan meninggal,
rumah tangga kacau, teIjadi serangan berbagai penyakit dan lain–
lain.
Di Waras-Waras , Seram Timur Maluku Tengah perkawinan
ideal ialah perkawinan di luar marga dan yang seagama (Waras–
Waras negeri Islam) . Tidak boleh kawin dengan: saudara sekan–
dung (seibu.,;ebapak) dan saudara paman atau bibi. Berbeda
dengan negeri Pelau, maka di Waras-Waras dilarang kawin dengan
saudara sesusu .
Dari uraian-uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
perkawinan ideal di Maluku tengah adalah perkawinan eksogami
atau perkawinan di luar marga. Umumnya dilarang kawin dengan
yang semarga. Bagi negeri-negeri yang beragama Islam dikehendaki
kawin sepupu dan kawin sesusu. Adapun tujuan perkawinan yang
demikian adalah: Mempererat hubungan kekeluargaan supaya
harta kawin jangan keluarga dari marga itu dan untuk membalas
jasa dan mempererat hubungan kemanusiaan.
.
Di
Maluku Tenggara perkawinan dibatasi dalam kelas masya–
rakat/ kasta. Di Maluku Utara perkawinan yang ideal ialah
perkawinan di luar marga, tetapi seagama. Hubungan pela meng–
akibatkan larangan kawin antara kampung-kampung yang berpela,
baik bagi kampung Islam maupun kampung Kristen. Pelanggaran
terhadap kawin cross-<:ousin, kawin semarga atau sekandung tidak
mempunyai akibat seberat perkawinan
pela.
Di Buru Selatan
(Maluku Tengah) sebelum tahun 1916 belum dikenal cara
perkawinan yang teratur. Tatacara perkawinan di sini betul-betul
dikendalikan oleh adat. Sesudah tahun 1916, yaitu sesudah adanya
pengaruh agama Kristen , (umumnya semua kampung di Buru
Selatan beragama Kristen) maka tatacara perkawinan diatur dalam
undang-undang yang terkenal dengan nama Undang Undang XIII
Pasal. Undang-Undang ini sampai sekarang masih berlaku . Yang
51
.
Perpustakaan Nastonal Republik Indonesia